Jumat, 18 Januari 2013

Hari ke-8 : PUMP!!!

Akhirnya hari ini kembali loncat-loncat dan ngos-ngosan. Terima kasih, @jessichadian.
PUMP!! Jeje itu partner nge-pump sejak SMP. Beruntungnya masih sama-sama di satu kota sampai kuliah ini (padahal pindah-pindah).
Hari ini kami janjian bertemu untuk menunaikan hobi lama tersebut. Kami membeli kartu seharga 60.000 rupiah dan menuju PUMP!! Setelah menggesek kartu tersebut empat kali, dan menunggu antrian, kami pun nge-PUMP!! Hanya enam kali. Dan kami ngos-ngosan. Sudah lama tidak loncat-loncat di atas sana.
Setelah beristirahat sejenak, kami mencoba berbagai permainan lain di dalam sana. Mata kami tertuju pada alat gesek. Di sana tertera saldo sisa 8x.xxx. HAH?! Wah!!! Beruntung sekali kami hari ini :D
Kami bermain dan menyisakan saldo sebanyak 50.xxx untuk pertemuan selanjutnya.
Selesai.

Kamis, 17 Januari 2013

Hari ke-7 : Aku yang Bukan Kamu

Memang, katamu, aku benar.
Tetapi bukankah baru sekarang kau ucapkan?
Kau baru menyadari? Iya?
Lantas, salahkah aku?
Salahkah aku yang selama ini kau telantarkan tak merasakan apa-apa lagi?
Titik yang semakin tak kelihatan ketika coba kuraih.
Cahaya yang membuatku bangkit dan turut bercahaya.
Terlalu kaku.
Jangan kau lipat kakimu seperti itu, otakku tak mampu berpikir lebih lagi.
Suruh aku pergi!
Marah aku!
Pukul aku!
Berbalik, cabut semua harapan yang telah kau tempel di dinding sana.
Sudah saatnya untuk berpindah.

Aku yang bukan kamu

Selasa, 15 Januari 2013

Hari ke-6 : Pria di Bulan

Aku terbaring di bawah langit yang menyelingkuhi matahari. Seharusnya langit bersyukur memiliki matahari yang selalu setia menghampirimu, menemanimu selama penantian. Menantikan rembulan. Tetapi benarkah dia menantikan rembulan? Ceritakan padaku. Aku juga menantikannya.
Menantikanmu.
---
Sebenarnya aku telah melihatmu sejak beberapa jam yang lalu, namun kau tampak samar, tak sejelas saat ini. Bahkan jika aku memejamkan mata, aku masih bisa merasakanmu.
Apa? Apakah kau mengatakan sesuatu padaku? Oh, tolonglah, kau membuat aku lupa akan segalanya. Aku hanya merasakan kau memelukku. Seperti itu yang kau lakukan setiap kali kau datang. Aku suka.
Katakan padaku kau akan tetap di sini. Memelukku dengan hangat. Mengalahkan udara malam.
Kau membuatku tak bosan dan lelah untuk menyunggingkan senyum di bibir kecil ini. Semakin indah dengan iringan tarian bintang-bintang yang sangat manis.
---
Sampai kapan kau di sana? Tidak inginkah kau berada di sini seterusnya, untuk menemaniku? Tak apa kau tinggal di sini, meskipun benda yang kau tinggali harus pergi. Toh dia pasti kembali. Hanya menanti setengah hari. Menantilah bersamaku. Bersama langit.

Senin, 14 Januari 2013

Hari ke-5 : Memunggungi Kesedihan

"Hmm...."
"Jadi, aku paham kok...."
"Lalu?"
"Aku tidak pintar seperti mereka. Kamu mau aku jadi apa?"
"Bukan begitu maksudku..."
"Kamu mau aku jadi apa?! Aku turuti!" nada bicaranya meninggi.
"Hhh..." aku hanya tersenyum sinis.
"Aku serius...." kali ini dengan suara lirih.
---
Bukan apa-apa, aku hanya tak tega jika kuakhiri hubungan ini. Namun melihat kenyataan yang ada saat ini, aku lebih tak tega lagi jika kuteruskan hubungan ini. Tidak akan baik bagi aku maupun dia. Lalu aku harus bagaimana? Harus kuapakan hubungan ini?
"Pokoknya harus hari ini!" bisik malaikat padaku.
---
"Yah begitulah..." ucapku setelah menceritakan dengan sangat hati-hati.
Matanya berkaca-kaca menatapku dan mulutnya tetap terkunci. Aku meraih tangannya, mengusap-usap punggung tangannya. Aku mulai memikirkan kata-kata yang pantas aku ucapkan setelah ini.
Aku memutuskan untuk berpindah duduk ke sebelahnya. Aku kembali meraih tangan kanannya dan kuapit di antara kedua telapak tanganku. Dia bersandar di bahu kiriku.
"Aku suka setiap hari kamu marah-marah. Waktu aku balik marah, kamu malah merayuku agar tidak marah. Lalu kita tertawa bersama. Lucu, ya?" aku memandang lurus ke depan. Aku berusaha mencairkan suasana. Namun sepertinya topik yang kupilih kurang tepat. Dia hanya akan teringat kembali tentang hal-hal indah kami.
Dia tidak menjawab. Aku terdiam. Aku semakin takut untuk berucap. Aku diam. Aku memutar rekaman masa indah kami berdua, dan kenyataan yang ada sekarang. Di otak. Perasaanku berkecamuk. Marah, sedih, semua bercampur. Air mata pun tak sungkan menetes di pipiku.
"Mengapa menangis?" dia mendapatiku.
"Sedih saja tidak bisa menjadi masa depanmu. Kalau kamu, kenapa?"
"Aku menangis bahagia karena Tuhan menyempatkan aku memiliki kekasih sepertimu," dia tersenyum sangat manis. Membuatkupun tersenyum.
Aku senang. Aku bangga terhadapmu, Bunga. Aku bahagia sempat memilikimu.
---
Mereka bisa, tetapi tidak dengan aku, dan dia tentunya. Menurutku itu sah-sah saja. Dasar memulai kami dengan mereka saja berbeda. Faktor keberuntungan juga yang menentukan. Karena tidak mungkin sesuatu yang sama yang kita mulai, hasilnya akan sama juga. Tidak mungkin. Jika seperti itu adanya, hidup ini pasti garing. Yang akan terjadi adalah siapa saja bebas memilih apa yang akan ia mulai atas dasar hasil yang sudah ia ketahui.
Dan kini, saatnya melangkah maju dan memunggungi kesedihan.

Minggu, 13 Januari 2013

Hari ke-4 : Apa Sama?

Apa kamu sama seperti aku yang menahan tangis ketika ibuku memelukku?
Apa kamu sama seperti aku yang suka menebak isi hati orang dengan mengamati raut wajahnya?
Apa kamu sama seperti aku yang hari ini mengunduh materi ketika esok hari ujian?
Apa kamu sama seperti aku yang begitu mencintai kekasihku?
Apa kamu sama seperti aku yang gemar bersenandung ketika mandi?
Apa kamu sama seperti aku yang bermimpi tentang Negeri Sakura?
Apa kamu sama seperti aku yang hanya bisa menangis dan berdoa di kala merasa sepi?
Apa kamu sama seperti aku yang memiliki sahabat-sahabat yang tak dapat tergantikan?
Apa kamu sama seperti aku yang akan BT seharian jika kekasihku terlambat datang?
Apa kamu sama seperti aku yang menyimpan berjuta pertanyaan tentang diriku sendiri?
Apa kamu sama seperti aku yang begitu menggilai Chibi Maruko Chan?
Apa kamu sama seperti aku yang menyimpan kagum kepada seorang yang mustahil kagum kepadaku?
Apa kamu sama seperti aku yang ........... kelelahan belajar materi Fisika untuk UAS esok hari....zzZzzzZzzz.....*tertidur*

Sabtu, 12 Januari 2013

Hari ke-3 : Tidak Sempat


Hari ketiga. Disibukkan ini-itu. Tidak sempat memikirkan tentang ini. Akan aku ceritakan apa saja yang terjadi sehari ini. Tapi sebenarnya menulis kan tidak usah bingung juga.
Hari ini adalah “hari kejepit” untuk belajar. Ya, aku pikir terlalu nanggung. Hari Senin besok UAS terakhir. Dua mata kuliah. Tapi aku malas untuk belajar hari ini. Besok saja sekalian.

Pagi-pagi dibawakan bubur oleh papa. Kami berdua menikmati bubur ayam sambil menonton TV, yang tidak jelas tayangan apa yang ditonton karena aku tetap dengan smartphone dan twitterku sedangkan papa dengan korannya. Jadilah TV yang menonton kami.
Bubur ayam papa sudah habis duluan dan papa naik ke kamar. Aku tetap di ruang tamu sambil menonton TV (nonton beneran tapi sambil twitteran). Ada info bahwa tokoh (cie tokoh) favoritku sejak SMP akan tampil di salah satu acara musik televisi. Aku mengganti saluran TV, menantikan tokoh tersebut.
Begitu wajahnya terpampang jelas di layar kaca, aku maju ke TV sehingga hanya berjarak sekitar 30cm. Aku bersorak gembira, terkesima terperangah melihat dia di sana. Dia berbeda. Dulu dia masih imut-imut, dan sekarang dia kembali menyanyi, dengan suaranya yang sudah berat seberat hidup ini(?). Dan AAAAAAA!!!! Aku teringat kembali masa-masa di mana aku begitu menggilainya. Masa-masa di mana setiap hari aku alay karenanya. Ya, empat tahun lalu.

Hari yang nganggur ini memancing diriku untuk kalap. Jika mengerti, anggukkan kepala Anda. Biasanya sesama perempuan pasti mengerti. Namun setelah berpikir, aku bingung siapa yang akan aku ajak. Lalu aku menghubungi sahabat-sejak-SMA-ku yang kini satu universitas namun beda fakultas. Keputusannya, kami tidak akan kalap. Aku akan datang ke rumahnya. Namun sebelum itu aku harus mengantarkan katalog ke kost sahabatku yang lain. Sebuah katalog milik (oke, Cha, jangan ngiklan) saya sendiri(?).

Dengan sudah membawa pakaian untuk menghadiri acara perayaan Natal kampus, aku menuju kost Dita. Ternyata dia mengajak ke salon untuk memotong sedikit rambutnya (yang akhirnya terpotong banyak). Selama di sebuah mall itu, kami mengalami banyak sekali kejadian memalukan, apalagi dengan potongan rambutnya yang baru. Semua orang menujukan pandangannya kepada kami berdua. Pasti kami dikira lesbi. Iya, lesbi. Hssshhh...

Di rumah Stephanie, makan siang, lalu mager di kamarnya. Jangan tanya apa yang kami lakukan. Pasti tahu sendiri apa yang dilakukan perempuan jika bersama. Ya, curhat. Setelah mandi, kami berangkat ke kampus dengan mengendarai motor masing-masing.
Kami mengikuti rangkaian acara perayaan tersebut dengan seksama (sama-sama tidak membawa Alkitab dan sama-sama salah kostum). Usai acara, kami menghampiri Vera beserta kedua orang temannya. Kami berkenalan dan saling bertukar cerita.
Suatu acara akan sayang sekali jika tidak diabadikan. Kami berfoto ria lalu pulang ke rumah kami masing-masing.

Tiba di rumah, Stephanie menelepon dan melanjutkan curhatannya. Bzzzzzz..... Selamat malam.

Hari ke-2 : Kotak Terkesima (part 1)


Hujan mengguyur kota Malang. Membatalkan rencana Yuki yang telah direncanakan jauh hari. Bertemu dengan Nusa.
Kriiiiing... Kriiiinngg...
“Halo?”
“Nusa, hujan deras. Nekat?”
“Aku sudah di TKP.”
“Maaf, aku tidak bisa.”
Tut tut tut.... Nusa memutus sambungan telepon mereka. Ia berjalan menuju kasir untuk membayar menu pesanannya sebelum tersaji. Ia melangkah keluar kedai dan menaiki scooter matic menembus hujan lebat.
---
“Nusa...”
Yang dipanggil tidak menggubris. Ia menyeruput sedikit kopi di hadapannya dan kembali konsentrasi mengerjakan laporan praktikumnya.
“Nus, dengerin aku,” mohon Yuki.
Nusa hanya menarik napas panjang dan menghembuskannya.
“Nus.....” sambil menyenggol tangan Nusa.
“Apa-apaan sih, Ki? Kecoret nih! Kamu mau minta apa? Minta didengerin kan? Udah aku dengerin dari tadi! Kamu kira aku ga punya kuping?” bentak Nusa.
Yuki terperangah menyaksikan Nusa berbicara panjang lebar seperti itu, bahkan marah.
“Mau ngomong apa lagi, Ki, mau ngomong apaaaa....” ia terisak.
“Tenang dulu, Nus, tenang, jangan emosi. Kalau kamu emosi, nggak bakal selesai,” Yuki mengusap-usap pundak Nusa.
Jam menunjukkan pukul 3 sore. Sudah waktunya Nusa kembali ke rumah dan bersiap menghadiri resepsi pernikahan saudara sepupunya, Ray.
“Ayo, Ki!”
---
“Kak Ray!” Nusa melambaikan tangan girang dan berlari kecil ke arah Ray. Yuki mengikuti di belakangnya.
“Duh, ganteng banget, Kak. Kak Dian juga cantik banget. Selamat ya, Kakak-kakakku sayaaang.. Semoga cepet punya dedek, biar Nusa ada temen mainnya,” ucap Nusa sambil mengelus-elus perut Dian disambut tawa yang lain.
Setelah mereka ber-haha-hihi dan acara makan-makan tiba, Ray dan Dian berdiri di sudut ruangan bersama rekan yang sedari tadi bermain-main dengan alat musiknya. Mereka berdua melantunkan Fly To The Moon milik Frank Sinatra dan membuat para undangan terkesima.
Acara berlangsung lancar dan membuat Nusa melupakan masalahnya dengan Yuki. Mereka tampak baik-baik saja. Namun tiba-tiba, saat acara selesai, Nusa menghilang. Yuki kebingungan. Ia tidak tahu harus bertanya pada siapa. Acara itu milik keluarga Nusa dan Yuki tidak terlalu dekat dengan mereka. Satu-satunya yang ia kenal adalah Ray. Ia mencari Ray di seluruh penjuru ruangan dan ia menemukannya.
“Kak Ray!”
“Yuki! Ada apa?”
“Kakak tahu Nusa di mana?”
“Kok nanya Nusa ke kakak? Kan dari tadi bareng kamu. Kan kakak di depan terus. Aneh-aneh aja kamu.”
Yuki kembali memencet-mencet ponselnya. Tidak ada hasil.
---
“Jadi gimana? Deal?” tanya Nusa kepada seorang di hadapannya.
“Kamu yakin?”
“Sudah saatnya, Vin.”
“Baiklah, aku akan menghubungimu seminggu lagi. Sudah sana kembali, kasihan Yuki pasti bingung nyariin kamu.” Vino mengecup kening dan mengusap-usap rambut Nusa. Nusa membalas dengan pelukan.
“Kata-kata manismu akan selalu terkemas rapi di kotak perasaan terkesimaku, Vin,” batin Nusa. Ia membalikkan badan dan kembali ke ruangan sambil tersenyum.

BERSAMBUNG

Kamis, 10 Januari 2013

Hari ke-1 : Berhenti

"Jangan main-main kau dengan itu!"
"Ah, macam kau tak tahu dia saja. Sudah, biarkan, nanti juga tahu sendiri."
---
Kukayuh sepedaku pagi ini. Kacamata hitam dan ponsel tak pernah absen menemaniku mencari kemanapun. Sudah hampir seluruh tempat di kota ini kukunjungi, tapi tetap tidak kutemukan. Haruskah aku meminta pertolongan mereka? Bahkan untuk mendekati mereka saja aku terlalu takut. Lalu siapa? Tuhan? Memangnya bisa?
Lelah juga. Tapi apakah dengan berhenti mencari, dia akan ditemukan? Haha, aku tidak yakin.
Harus berapa lama lagi aku mencari? Harus berapa jauh apa lagi aku mencari? Haruskah aku yang mencari? Tidak bisakah sekali-kali kau yang mencari? AH!!
---
Azka membenahkan posisi tidurnya yang mulai mengganggu seorang di sebelahnya. Tangannya masih menggenggam selembar kertas biru muda dengan coretan pensil yang membentuk wajah dua manusia. Azka dan Nirmala.
"Ka, bangun, Ka," Bintang menggugah Azka.
Azka membuka sedikit matanya lalu menutupnya lagi.
"Ka, udah pagi nih. Ayoooo...."
Azka malah menarik selimut dan menutupi dirinya dengan selimut tersebut. Bintang berjalan menuju meja untuk mengambil air minum. Di sana ia menemukan sepotong kertas kecil bertuliskan....

Sudah aku putuskan untuk berhenti mencari. Mungkin ini yang dimaksud oleh mereka.
JANGAN GANGGU AKU TIDUR!!!!
---