Sabtu, 18 Agustus 2012

De Saaie Grind (3)

Duk! Kepalaku terantuk ujung meja. Aku mengucek mata memperjelas penglihatanku. APA?!! Sekarang sudah jam 11!! Aku bergegas merapikan kertas-kertas yang berserakan di atas dan sekitar meja. Aku menarik selembar tissue dan mengelap bagian meja yang sedikit basah karena tumpahan susu cokelat. Aku meraih gelas dan meletakkan di wastafel dapur. Aku berlari ke kamar dan membanting pintu kamar, bergegas mengganti piyama yang kukenakan sekarang dengan pakaian yang lebih pantas, sebuah knit favorit berwarna krem dengan legging hitam. Kusolek wajahku secepatnya, dengan solekan natural. 
Ting...tong... Ah!! Aku mempercepat gerakanku. Ting...tong... Aku berlari keluar kamar menuju pintu depan. Aku berhenti sejenak merapikan degup jantungku. Aku meraih gagang pintu dan membukanya.

Seorang anak kecil, perempuan, usianya sekitar 8 tahun. Aku mengerutkan dahi. Siapa anak kecil ini? Aku melemparkan pandanganku ke sekitar namun tidak kudapati seorangpun kecuali anak ini. Tidak mungkin ia sendirian. Siapa ia? Ada urusan apa ia kemari? Lagipula tidak mungkin ia bisa memencet bel. Aku mencari-cari lagi. Tidak ada. Anak itu hanya memandangiku. Aku balik menatapnya. Cantik. Gaun cokelat. Rambutnya tipis, dikepang berantakan. Sesuatu dibawanya. Aku memusatkan perhatianku pada sesuatu itu. Lalu ia memanjangkan tangannya ke arahku, menyerahkan sesuatu yang dibawanya.
"Ini," katanya, menatapku dengan wajah datar.
"Dari siapa?" aku menyambut tangannya. Belum sempat aku melihatnya, ia berbalik dan berlari keluar halaman rumahku. "Tunggu! Kamu siapa?"
Selembar foto. Di sana ada aku yang sedang duduk dengan mata terpejam yang dipotret dari sisi kanan. Rambutku menari karena angin. Bibirku membentuk lengkungan. Aku memutar otakku kembali. Siapa? Dimana? Kapan? Mengapa? Bagaimana? Apa maksudnya?

Aku masuk dan menutup pintu. Aku duduk dan mengamati foto itu kembali. Tapi, ah, mungkin saja anak kecil tadi itu tetanggaku, yang tidak aku kenal, dan ia menemukan fotoku lalu mengembalikannya. Huuhh... Rasa kantuk tetap saja menyerangku. Padahal tadi sudah tertidur dua jam. Aku menengok melihat jam yang menunjukkan pukul 11.30. Aku menyalakan TV yang hanya aku pindah-pindah salurannya. Otakku berputar.
Foto, gadis kecil, kepangan, cokelat, foto, lari, foto, gadis kecil, lari... Deg! Aku mengerti sekarang! Aku berlari ke kamar mengambil kertas-kertas tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar