Sabtu, 18 Agustus 2012

De Saaie Grind (4)

Jemari lentik bergantian menekan tuts-tuts piano. Berirama di tengah kesepian. Mulut kaku bersenandung menyanyikan lagu yang terbawa kaku. Adakah kau mendengarkan, Sayang?
Aku sudah tinggal di sini. Sudah kutinggalkan rumah lamaku dan kini aku diam di sini. Bersama kamu, kadang-kadang. Resah. Dengarkan aku, Sayang. Bukankah kau yang menyuruhku berbalik arah? Masih ingat kan? Waktu itu kau marah karena aku tidak hadir di acaramu. Kau bilang aku merusak semua rencana. Kau bilang aku tidak menghargaimu. Kau bilang, tentu saja, aku tidak menyayangimu. Padahal sudah aku bilang sejak jauh hari bahwa aku tidak bisa hadir. Aku bilang aku memilih dia karena alasan yang kau pun tau. Hanya sekali saja kau sudah marah besar. Pakai bawa-bawa pisau segala. Kau payah.
Coba angkat teleponku. Jawab aku. Apa kau sudah makan siang? Come on, berhenti membohongiku. Berhenti menyiksa dirimu. Dengarkan aku. Aku sudah tinggal, Sayang. Apa lagi yang kau takutkan? Sekarang kau, kembalilah. Lihat, mereka pun merindukanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar