Tempat ini lagi. Sudut ini lagi.
Kacamataku yang
melorot mengundang perhatian lelaki di meja sebelah. Ia seolah ingin
membetulkan letak kacamataku.
Aku sendirian.
Iapun.
Segelas green tea, bukan green tea latte, yang aku pesan belum datang juga. Di hadapannya,
lelaki itu, secangkir kopi hitam pekat.
Kegiatanku yang
seperti ini, duduk diam di sebuah kedai, dengan memesan minuman, tak jarang
ditambah makanan kecil, selalu kusebut ngopi,
padahal aku hampir tak pernah memesan kopi. Aku suka cokelat dan teh. Aku tak
suka yang rasa-rasa, juga kopi. Bukan, bukan tak suka kopi, aku hanya sedikit
tak suka pahit. Tapi aku pernah, kok,
memesan kopi.
Aku mengamati
pagar yang berada tepat di depanku. Pagar itu membawaku hanyut ke dalam lamunan
panjang, hingga pesananku datang.
“Dewean?” tanya mas pengantar minuman.
(Artinya: sendirian?)
“Iyo, Mas.” Jawabku sambil tersenyum
penuh damai. (Artinya: iya, Mas.)
Mas itu seakan
mengerti bahwa aku tak ingin diganggu, ia kembali ke balik meja kerjanya.
Aku menyeruput green tea pesananku yang sebelumnya
kuaduk terlebih dahulu. Rasanya masih sama seperti dulu. Dulu, sore hari, di
meja ini, dan minuman ini, kami berdua sedang bingung bagaimana dapat
meninggalkan tempat itu sementara hujan deras mengguyur.
Kini tak ada
lagi dia, juga hujan deras itu, bahkan kebingungan. Aku melihat kendaraan
lalu-lalang di depan pandanganku. Terkadang tegang karena melihat kendaraan
yang nyaris bertabrakan.
Lelaki di meja
sebelah terus saja memperhatikanku. Ia tidak tersenyum. Ia tidak mengerutkan
dahi. Ia tidak bermain mata. Ia biasa saja. Ia melihatku dengan datar. Aku tahu
dari sudut mataku. Aku tak berani membalas tatapannya.
Aku kembali
terhanyut dalam lamunan. Tentang kenangan-kenangan yang tersimpan dalam kedai
ini. Tentang bahagia bahkan perihnya kenangan itu.
Pengunjung lain
datang dan pergi, sementara aku hanya diam dan tak ingin meninggalkan tempat
itu.
Tiba-tiba
ponselku bergetar. Aku tersadar dari lamunan teramat panjangku. Sebelum
mengambil ponsel di dalam tas kecilku, aku mendapati sepotong kertas kecil di
bawah gelas minumanku. Aku menoleh pada meja sebelah dan kosong. Bahkan mejanya
pun bersih.
Aku mengambil
kertas tersebut, membaca tulisan di atasnya. Aku tersenyum lebar.
Aku tak
menghiraukan ponselku yang terus bergetar. Aku cepat-cepat bangkit dan bergegas
ke meja kasir untuk membayar, lalu meninggalkan kedai dengan terus menggenggam
potongan kertas tadi.
5 Juli 2014.
Tentang siapapun yang menyimpan berjuta
kenangan di kedai ujung jalan itu.
Ditulis
dalam rangka turut memeriahkan hari ketujuh #SehariBercerita.
Backsong: Lights.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar